Inspiration

Inspiration
Semalam di 'Bellagio'

Sabtu, 22 Mei 2010

PETA




Oleh : Ahmad Husairi, S.Pd


DEFENISI PETA

Peta adalah gambaran konvensional sebagian atau keseluruhan permukaan bumi yang dilukis pada bidang datar dengan menggunakan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi. Peta bisa disajikan dalam berbagai cara yang berbeda, mulai dari peta konvensional yang tercetak hingga peta digital yang tampil di layar komputer. Kapankah sebenarnya peta mulai ada dan digunakan manusia? Peta mulai ada dan digunakan manusia, sejak manusia melakukan penjelajahan dan penelitian. Walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana yaitu dalam bentuk sketsa mengenai lokasi suatu tempat.

Pada awal abad ke 2 (87M -150M), Claudius Ptolomaeus mengemukakan mengenai pentingnya peta. Kumpulan dari peta-peta karya Claudius Ptolomaeus dibukukan dan diberi nama “Atlas Ptolomaeus”. Ilmu yang membahas mengenai peta adalah kartografi. Sedangkan orang ahli membuat peta disebut kartografer.

Peta dapat menjadi petunjuk bagi para pelancong/wisatawan, atau mendeskripsikan tentang dunia dengan menyertakan jenis informasi geografi secara khusus. Peta juga dapat mengundang eksplorasi. Sebagai contoh, peta berwarna Pulau Marquases dengan pelabuhan yang eksotik seperti Hakapehi di Nuku Niva mungkin kedengaran menarik bagi seseorang. Dengan kata lain, peta yang berisi banyak detail yang menarik dari suatu daerah/wilayah dapat menggoda/menarik orang lain ke wilayah tersebut.

JENS-JENIS PETA

1. Berdasarkan penggunaannya:

Peta dapat di bagi menjadi peta dasar dan peta tematik. Peta dasar biasanya digunakan untuk membuat peta turunan dan perencanaan umum maupun pengembangan suatu wilayah. Peta dasar umunya menggunakan peta topografi. Peta tematik adalah peta yang terdiri dari satu atau beberapa tema dengan informasi yang lebih dalam/detail. Peta tematik juga dapat menunjukkan hampir semua jenis informasi yang beragam dari satu tempat ke tempat lain.



Gbr. Contoh Peta Tematik





2. Berdasarkan skala:

Peta dpt dibagi menjadi:

Ø Peta kadaster/teknik adalah peta yang mempunyai skala antara 1 : 100 sampai 1 : 5.000,

Ø Peta skala besar adalah peta dengan skala 1 : 5.000 sampai 1 : 250.000,

Ø Peta skala sedang adalah peta dengan skala 1 : 250.000 sampai 1: 500.000 dan

Ø Peta skala kecil adalah peta dengan skala 1 : 500.000 sampai 1 : 1.000.000 atau lebih.

FUNGSI PETA

Secara umum fungsi peta dapat disimpulkan sebagai berikut:

Ø Menunjukkan posisi atau lokasi suatu tempat di permukaan bumi,

Ø Memperlihatkan ukuran (luas, jarak) dan arah suatu tempat di permukaan bumi.

Ø Menggambarkan bentuk-bentuk di permukaan bumi, seperti benua, negara, gunung, sungai dan bentuk-bentuk lainnya.

Ø Membantu peneliti sebelum melakukan survei untuk mengetahui kondisi daerah yang akan diteliti.

Ø Menyajikan data tentang potensi suatu wilayah.

Ø Alat analisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.

Ø Alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.

Ø Alat untuk mempelajari hubungan timbal-balik antara fenomena-fenomena (gejala-gejala) geografi di permukaan bumi.

KOMPONEN-KOMPONEN PETA

Adapun komponen-komponen dari peta adalah :

1. Isi peta => Isi peta menunjukan isi dari makna ide penyusun peta yang akan disampaikan kepada pengguna peta. Kalau ide yang disampaikan tentang perbedaan curah hujan, isi peta tentunya berupa isohyet.

2. Judul peta => Judul peta harus mencerminkan isi peta. Isi peta berupa isohyet, tentu judul petanya menjadi “Peta Distribusi Curah Hujan”, dan sebagainya.

3. Sekala peta dan Simbol Arah => Sekala sangat penting dicantumkan untuk melihat tingkat ketelitian dan kedetailan objek yang dipetakan. Sebuah belokan sungai akan tergambar jelas pada peta 1:10.000 dibandingkan dengan pada peta 1:50.000 misalnya. Kemudian bentuk-bentuk pemukiman akan lebih rinci dan detail pada sekala 1:10.000 dibandingkan peta sekala 1:50.000. Simbol arah dicantumkan dengan tujuan untuk orientasi peta. Arah utara lazimnya mengarah pada bagian atas peta. Kemudian berbagai tata letak tulisan mengikuti arah tadi, sehingga peta nyaman dibaca dengan tidak membolak-balik peta. Lebih dari itu, arah juga penting sehingga si pemakai dapat dengan mudah mencocokan objek di peta dengan objek sebenarnya di lapangan.

4. Legenda atau Keterangan => Agar pembaca peta dapat dengan mudah memahami isi peta, seluruh bagian dalam isi peta harus dijelaskan dalam legenda atau keterangan.

5. Inzet dan Index peta => Peta yang dibaca harus diketahui dari bagian bumi sebelah mana area yang dipetakan tersebut. Inzet peta merupakan peta yang diperbersar dari bagian belahan bumi. Sebagai contoh, kita mau memetakan pulau Jawa, pulau Jawa merupakan bagian dari kepulauan Indonesia yang diinzet. Sedangkan index peta merupakan sistem tata letak peta, dimana menunjukan letak peta yang bersangkutan terhadap peta yang lain di sekitarnya.

6. Grid => Dalam selembar peta sering terlihat dibubuhi semacam jaringan kotak-kotak atau grid system. Tujuan grid adalah untuk memudahkan penunjukan lembar peta dari sekian banyak lembar peta dan untuk memudahkan penunjukan letak sebuah titik di atas lembar peta.

7. Nomor peta => Penomoran peta penting untuk lembar peta dengan jumlah besar dan seluruh lembar peta terangkai dalam satu bagian muka bumi.

8. Sumber/Keterangan Riwayat Peta => Sumber ditekankan pada pemberian identitas peta, meliputi penyusun peta, percetakan,sistem proyeksi peta, penyimpangan deklinasi magnetis, tanggal/tahun pengambilan data dan tanggal pembuatan/pencetakan peta, dan lain sebagainya yang memperkuat identitas penyusunan peta yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sumber:

- http://www.e-dukasi.net/modul_online

- www.navigasi.net

- http://ft.uns.ac.id

Minggu, 09 Mei 2010

FHISICAL GEOGRAPHY : "SUNGAI"





( Karakteristik, Fenomena dan Manajemennya )
Oleh : AHMAD HUSAIRI, S.Pd




Pendahuluan.

Air adalah benda cair, yang senantiasa bergerak kearah tempat yang lebih rendah, yang dipengaruhi oleh gradien sungai dan gaya gravitasi bumi. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang disebut dengan istilah alur sungai (badan sungai). Lebih jauh dikemukakan bahwa aliran sungai di bagian luarnya dibatasi oleh bagian batuan yang keras yang disebut dengan tanggul sungai.

Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan yang ada di bumi. Baik manusia, hewan dan tumbuhan semua makhluk hidup memerlukan air untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sungai mengalir dari hulu ke hilir bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Air sungai berakhir di laut sehingga air yang tadinya terasa tawar menjadi asin terkena zat garam di laut luas.

KARAKTERISTIK
Karakteristik sungai memberikan gambaran atas profil sungai, pola aliran sungai dan genetis sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:

Profil sungai : Berdasarkan perkembangan profil sungai (Lobeck, 1939; Pannekoek, 1957 dan Sandy, 1985), dalam proses pengembangnnya mengalami tiga taraf yaitu: Periode muda, terdapat di daerah hulu sungai, yang mempunyai ketinggian relief yang cukup besar. Ciri spesifiknya terdapatnya sayatan sungai yang dalam, disebabkan oleh penorehan air yang kuat dari air yang mengalir cepat dan daya angku yang besar. Erosi tegak sering dijumpai, sehingga lebah curam berbentuk huruf (V) sering juga ditemukan. Contoh yang jelas di hulu Sungai Cipeles sekitar Cadas Pangeran. Periode dewasa, dijumpai di bagian tengah sungai, yang dicirikan dengan pengurangan kecepatan aliran air, karena ketinggian relief yang berkurang. Daya angkut berkurang, dan mulai timbul pengendapan di beberapa tempat yang relatif datar. Keseimbangan antara kikisan dan pengendapat mulai tampak, sehingga di beberapa tempat mulai terjadi akumulasi material, arus akan berbelok-belok, karena endapan yang mengeras, dan di tempat endapan inilah yang sering terjadi meander. Periode tua, di daerah hilir dengan ketinggian rendah, yang dicirikan tidak terjadi erosi tegak, dan daya angkut semakin berkurang, sehingga merupakan pusat-pusat pengendapan. Tekanan air laut di bagian muara sungai sering menyebabkan delta.

Pola Aliran: Cotton (1949), menyatakan bahwa letak, bentuk dan arah aliran sungai, dipengaruhi antara lain oleh lereng dan ketinggian, perbedaan erosi, struktur jenis batuan, patahan dan lipatan, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan bentuk genetik dan pola sungai.

Pola sungai adalah kumpulan dari sungai yang mempunyai bentuk yang sama, yang dapat menggambarkan keadaan profil dan genetik sungainya (Lobeck, 1939; Katili (1950), dan Sandy, 1985). Lebih jauh dikemukakan bahwa ada empat pola aliran sungai yaitu:

  1. Pola denditrik, bentuknya menyerupai garis-garis pada penampang daun, terdapat distruktur batuan beku, pada pengunungan dewasa.

  2. Pola retangular, umumnya terdapat di struktur batuan beku, biasanya lurus mengikuti struktur patahan, dimana sungainya saling tegak lurus

  3. Pola trellis, pola ini berbentuk kuat mengikuti lipatan batuan sedimen. Pada pola ini terdapat perpaduan sungai konsekwen dan subsekwen.Pola radial, pola ini berbentuk mengikuti suatu bentukan muka bumi yang cembung, yang merupakan asal mula sungai konsekwen.
Genetik Sungai :
Menurut Lobeck (1939), klasifikasi genetik sungai dibedakan menjadi empat yaitu:

  • Sungai konsekwen, yaitu sungai yang bagian tubuhnya mengalir mengikuti kemiringan lapisan batuan yang dilaluinya. Contoh S. Cipanas, Sungai Cacaban.
  • Sungai Subsekwen, yaitu sungai yang mengalir pada lapisan batuan yang lunak, dan biasanya merupakan sungai yang tegak lurus terhadap sungai konsekwen.
  • Sungai Obsekwen, adalah sungai yang mengalir berlawanan dengan kemiringan lapisan batuan, atau sungai yang mengalir dan berlawanan dengan sungai konsekwen.
  • Sungai antiseden, sungai yang mengalir melalui patahan, dengan adanya teras.

  • FENOMENA

    Pada hakekatnya aliran sungai terbentuk oleh adanya sumber air (hujan, mencairnya es, dan mata air) dan adanya relief dari permukaan bumi. Sungai-sungai juga mengalami tahapan geomorfik yaitu perioda muda, dewasa, dan tua. Sungai muda dicirikan dengan kemampuan untuk mengikis alurnya, dimana hal ini dapat terjadi jika gradien sungai cukup terjal. Sungai muda biasanya sempit, dengan tebing terjal yang terdiri dari batuan dasar. Gradien sungai yang tidak teratur (seragam) disebabkan oleh variasi struktur batuan (keras-lunak).

    Sungai pada stadium dewasa akan mengalami pengurangan gradien sungai sehingga kecepatan aliran dan daya erosi (pengikisan) berkurang, sehingga mulai terjadi pengendapan. Sungai demikian disebut dengan graded. Jika sungai utama mengalami graded berarti telah tercapai kedewasaan awal, dan jika cabang-cabang sungai tersebut juga telah mengalami graded maka telah mencapai kedewasaan lanjut, dan jika alur-alur sungai juga telah mengalami graded, maka sungai tersebut telah mencapai perioda tua.

    Pada sungai yang telah mencapai stadium dewasa terdapat dataran banjir yang terbentuk dari pengendapan material klastis yang diendapkan pada daerah di dekat sungai membentuk point bar. Pada sisi kiri kanan sungai sering terbentuk akumulasi yang tebal sedimen sepanjang sungai dan membentuk tanggul alam (natural levees). Jika arus aliran sungai makin melemah, material klastis yang terbawa oleh aliran sungai akan terendapkan pada tekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan antara dua aliran sungai, dan perubahan gradien. Jika endapan aluvial sungai yang telah terbentuk kemudian terkikis kembali oleh aliran sungai akan terbentuk undak-undak sungai, dan merupakan peremajaan sungai pada masa dewasa atau tua.

    Jika aliran sungai dari mulut lembah di daerah pegunungan dan kemudian memasuki wilayah dataran, maka material klastis yang dibawanya akan terendapkan dan kemudian menyebar meluas dengan sudut kemiringan makin melandai. Fraksi kasar akan terakumulasi di dekat mulut lembah dan fraksi halus akan terdapat pada dataran, dan dikenal dengan kipas aluvial. Kipas aluvial dapat terjadi pada kaki-kaki gunung api, kaki tebing dari gawir, dll.

    Selanjutnya material klastis yang terbawa oleh aliran sungai hingga laut, dan membentuk delta. Bentuk-bentuk delta dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain bentuk sungai, gradien sungai, besarnya beban, kuat arus laut, arah arus laut, dsb.

Fenomena Sungai Dibawah Laut
(Mistery Of the river under the sea)

(untuk menyaksikan video ini, harap sedikit bersabar, karena Buffernya sedikit lambat he..he..)

    MANAJEMEN

    Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia. Bendung dan Bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air atau menghasilkan energi. Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran banjirnya. Kanal-kanal dibuat untuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer air maupun navigasi Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan untuk meningkatkan rerata aliran.

    Manajemen sungai merupakan aktivitas yang berkelanjutan karena sungai cenderung untuk mengulangi kembali modifikasi buatan manusia. Saluran yang dikeruk akan kembali mendangkal, mekanisme pintu air akan memburuk seiring waktu berjalan, tanggul-tanggul dan bendungan sangat mungkin mengalami rembesan atau kegagalan yang dahsyat akibatnya. Keuntungan yang dicari dalam manajemen sungai seringkali "impas" bila dibandingkan dengan biaya-biaya sosial ekonomis yang dikeluarkan dalam mitigasi efek buruk dari manajemen yang bersangkutan. Sebagai contoh, di beberapa bagian negara berkembang, sungai telah dikungkung dalam kanal-kanal sehingga dataran banjir yang datar dapat bebas dan dikembangkan. Banjir dapat menggenangi pola pembangunan tersebut sehingga dibutuhkan biaya tinggi dan seringkali makan korban jiwa.
    Banyak sungai kini semakin dikembangkan sebagai wahana konservasi habitat, karena sungai termasuk penting untuk berbagai tanaman air, ikan-ikan yang bermigrasi, menetap, dan budidaya tambak, burung-burung, serta beberapa jenis mamalia.

    Daftar Pustaka

    Barstra, G.J; 1978. The riverlaid strata near Trinil, site of Homo Erectus, Java, Indonesia. Mod.Quat. Res. In SE Asia, Vol 7.
    Bemmelen, R>W, 1949. Geology of Indonesia, Vol IA. The Hague Martinus Nijhoff.
    Chorley, R.J., 1984. Geomorphology, Menthunsen & Co. Ltd; London.
    Cotton, C. A; 1940. Classifikation and correlation of River Terrasces. Jour Geomorphology, Vol 3. New York: Grw Hill.
    Forman; Richard and Michel Gordon. 1983. Lansdcape Ecology. John Wiley & Son; New York.
    Katili, J.A; 1950. Geologi. Jakarta; Departemen Urusan Riset Nasional.
    Lebeck, A.K,. 1939. Geomorphologi. New York: Grw Hill.
    Pannekoek, A.J.Dr. 1949. Outline of the Geomorphology of Java. TKNA, Genootsch. LXVI.
    Sandy, IM, 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat Taguna Tanah Departemen Dalam
    Negeri (Publikasi 437).
    Thornbury, William, D; 1973. Principle of Geomorphologi. New York: Grw Hill.
    Waryono. Tarsoen; 1985. Analisis Vegetasi Riparian (Studi Kasus DAS Mahakam Bagian Hilir). Litbang Departemen Kehutanan Samarinda.
    _______________; 2002. Struktur Lansekap Bantaran Sungai di DKI Jakarta. Program Studi Biologi Konservasi FMIPA Universitas Indonesia.